A. Faktor-Faktor Penentu Prospek Perekonomian Indonesia
a. PDB
Distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sektor atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun dan tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peranan sebesar 55,9 persen pada tahun 2006.
Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 28,1 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,9 persen, dan sektor pertanian 12,9 persen. Pada tahun 2006 terjadi perubahan peranan pada beberapa sektor ekonomi dibanding 2005 yaitu penurunan pada sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan. Mimin mengatakan penurunan yang cukup besar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dari 15,4 persen pada tahun 2005 menjadi 14,9 persen tahun 2006.
Peranan sektor pertambangan dan penggalian menurun dari 11,1 menjadi 10,6 persen, sektor pertanian menurun dari 13,1 persen menjadi 12,9 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan dari 8,3 persen menjadi 8,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih menurun dari 1,0 persen menjadi 0,9 persen. Sementara sektor konstruksi naik peranannya dari 7,0 persen tahun 2005 menjadi 7,5 persen tahun 2006, sektor pengangkutan dan komunikasi naik dari 6,5 persen menjadi 6,9 persen, sektor industri pengolahan naik dari 27,7 persen menjadi 28,1 persen dan sektor jasa-jasa naik dari 9,9 persen menjadi 10,1 persen. Peranan PDB tanpa migas naik dari 88,6 persen pada tahun 2005 menjadi 89,2 persen pada tahun 2006.
Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan menjadi Rp 4.200 triliun pada 2008. Sektor yang diharapkan untuk mendorong pertumbuhan PDB tersebut dari sektor konsumsi dan proyek infrastruktur. PDB 2008 sekitar Rp. 4.200 triliun. Yang paling mendorong itu konsumsi. Konsumsi adalah 60 persen, pemerintah menaruh pertumbuhan ekonomi itu didukung dengan kebijakan fiskal. Sedangkan PDB Indonesia pada 2007 diperkirakan mencapai Rp. 3.531,08 triliun.Konsumsi masyarakat yang pada titik kritis saat ini akibat menurunnya daya beli. Karena itu, pemerintah tengah menyiapkan program yang dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga akan mengurangi tingkat suku bunga dan inflasi.
Penerimaan naik itu tidak ada artinya jika inflasinya tinggi. Selain itu, harga terkendali, sehingga akhirnya income riil naik.Titik kritis yang lain adalah investasi. Untuk mencapai pertumbuhan PDB pada level tersebut, diperlukan investasi lebih dari Rp. 1.000 triliun. Jumlah kebutuhan investasi untuk mendorong infrastruktur. Jika investasi itu naik, maka akan terjadi akselerasi dan akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga pemerintah dalan mengalokasikan jumlah anggaran yang cukup signifikan dalam belanja infrastruktur.Anggaran untuk infrastruktur itu, dapat disebar di departemen teknis antara lain Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Pemerintah yang punya anggaran belanja modal, akan menggunakannya untuk belanja irigasi, bandara, pelabuhan, kereta api.Selain mengalokasikan anggaran yang meningkat signifikan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga mendorong investasi swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) untuk beberapa proyek seperti infrastruktur listik, pengadaan jalan, bandara dan pelabuhan. Menurut Anggito, pemerintah akan melakukan pembagian risiko terhadap pihak swasta.
Investasi juga akan dibentuk dari perbankan, PMDN, PMA, pasar modal, dan keuntungan perusahaan yang diinvestasikan. "Jadi dari sumber-sumber itu sudah masuk pipeline untuk bisa mendukung investasi yang memadai untuk 2008. Semua itu cukup untuk mendukung pertumbuhan 6,8 persen.Konsumsi, investasi, ditambah kinerja ekspor yang masih cukup baik, mampu membentuk PDB menjadi Rp 4.200 triliun. Sebelumnya, ekonomi pada 2008 ditargetkan tumbuh 6,8 persen. Asumsi tersebut juga memperhatikan proyeksi pencapaian 2007 yang diprediksi hanya akan mencapai 6,1 persen. Untuk mengejar target 2008 itu, beberapa indikator pendorong pertumbuhan mesti dipenuhi yaitu konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5,9 persen, konsumsi pemerintah 6,2 persen, investasi 15,5 persen, ekspor 12,7 persen, dan impor 17,8 persen. Sedangkan Standard Chartered Bank (SCB) memprediksi pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) tahun 2008 hanya 6,3%. Angka ini jauh lebih rendah dari target PDB dalam APBN 2008 sebesar 6,8%.
Setelah terpengaruh oleh dampak peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008. Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi 2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari.
b. Prospek Ekonomi Indonesia 2007
APBN periode 2006 menggunakan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 5,8% sedang hasil pemantauan dini realisasi menunjukkan angka 5,52%; target inflasi 8% ternyata 5,27%, asumsi nilai tukar Rp. terhadap USD 9.300 ternyata 9.179, suku bunga SBI di asumsikan 12 % ternyata 9,5 % dan harga minyak internasional diasumsikan 64 USD perbarel ternyata 55,9 USD. Tahun 2006 ditutup dengan tercapainya APBN-Perubahan secara aman dan nyamankarena anggaran penerimaan mampu menutup pembiayaan 2006 , indikator ekonomi membaik menambah rasa percaya diri Indonesia memasuki 2007. Realisasi pendapatan negara Rp.507 Triliun atau hampir 77 % target pendapatan Rp. 659 Triliun, antara lain terdiri atas Rp.355 Triliun penerimaan pajak dan Rp.151 Triliun penerimaan bukan pajak.. Belanja mencapai Rp.528 Triliun atau 75,5% dari anggaran belanja Rp.699 Triliun. Penyerapan belanja telah mencapai 95%. Realisasi defisit anggaran Rp.21 Triliun atau 53% dari target defisit Rp.40 Triliun, ditutup dengan dana sektor perbankan & non perbankan serta pncairan pinjaman LN. Depkeu tetap akan melanjutkan konsolidasi kebijakan fiskal, perbaikan struktur APBN, strategi optimalisasi penerimaan, belanja dan pembiayaan APBN, dan penerapan DIPA (daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang ditaksir akan berjumlah 12.000 senilai sekitar Rp.280 Trilun sepanjang 2007.
Menjelang tutup tahun, tingkat Inflasi cenderung membaik dan BI rate menembus single digit menjadi 9,75%. Inflasi September 2006 mencapai 4,06 % , suatu kinerja yang lebih baik dibanding periode sama tahun 2005 yang sebesar 6,39% (ytd). Pertumbuhan ekonomi dunia cukup tinggi, harga komoditas internasional cukup kuat, sehingga kinerja ekspor 2006 tampak baik. Aliran PMA meningkat dan menolong APBN, Cadangan devisa meningkat menjadi USD 42,36 Miliar, sehingga BI melunasi seluruh hutang IMF USD 3,2 Miliar per Oktober 2006.
Soros melihat Indonesia telah pulih dan menjadi tempat investasi yang menarik, apalagi bila didukung penegakan hukum. Dengan semua tanda-tanda baik itu, target pertumbuhan APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi menjadi 5,8 % ternyata berisiko tidak tercapai karena sampai Triwulan III 2006 pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%.
Risiko kredit masih dipandang perbankan cukup besar, dan SBI tetap diminati sepanjang 2006. Dana kredit bank yang tak dapat disalurkan kedunia usaha mencapai sekitar Rp. 160 Triliun per 2006. Masalah utama Indonesia adalah memburuknya sektor riil karena diterjang kenaikan harga pokok akibat rente ekonomi termasuk pungutan daerah otonom , birokrasi dan biaya bunga tinggi , UU Pajak dan SDM yang belum mampu memikat investasi, mudah-mudahan masih dapat didorong APBN dan gerakan BUMN sebagai stimulus sektor riil tahun 2007. Proyek infrastruktur potensial dan dalam persiapan pemasaran dewasa ini mencapai sekitar Rp.113 Triliun, menjadi salah satu prioritas program kerja pemerintah tahun 2007, ditandai cairnya dana BLU-BJPT untuk tol trans-Jawa Rp.600 Miliar untuk pembebasan tanah. Sama saja dengan era orde baru, sepanjang 2007 beberapa pejabat tinggi negara dan keluarga tetap bermain sebagai pebisnis infrastruktur tanpa terganggu DPR, unjukrasa atau ingintahu KPK. Trans-Jawa diharapkan selesai tahun 2009 dengan biaya pembebasan sebesar Rp. 7 Triliun. Karena lumpur, relokasi jalan tol, arteri dan KA di Sidoardjo sepanjang 12 km diharapkan selesai akhir tahun 2007. Lumpur akhirnya akan dibuang kelaut. Sepanjang tahun 2007, kinerja kereta api diramalkan ditingkatkan.
Prosedur PPN baru perlu diperkenalkan pada WP , misalnya wajib spesimen tanda tangan faktur pajak, downloadformulir pajak elektronik di kantor pajak dan lain-lain, mudah-mudahan tak menyebabkan keengganan investasi baru sepanjang 2007.
Bagi BI , tahun 2007 dua kali lebih baik dari tahun 2006 karena perbaikan makro ekonomi, kenaikan daya beli masyarakat, kinerja sektor riil amat meningkat karena turunnya suku bunga pinjaman. Apabila jumlah kredit baru tahun 2006 tak mencapai Rp.75 Triliun, BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2007 sekitar Rp.150 Triliun didominasi kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Investasi baru 2007 kelihatannya tak seberapa terdorong oleh perbankan.
Secara muram diramalkan bahwa pembenahan sektor UKM dan pertanian kelihatan akan terlambat mengambil momentum 2007, karena kebijakan baru untuk penguatan akses pembiayaan, pemasaran dan SDM diharapkan tuntas pada Semester I tahun 2007, berarti paling cepat mulai diterapkan dan berdampak dua atau tiga tahun setelah tahun 2008 dalam upaya mendorong daya saing UKM, menyerap tenaga kerja, menekan angka kemiskinan dan mengurangi impor wirausaha asing. Ikatan Akuntan mungkin lebih pro UKM dan ikut memerangi kemiskinan-pengangguran dengan mempercepat kelahiran standar akuntansi UKM.
fProduksi jagung dunia 2005 sebanyak 125 juta ton, menurun menjadi 92 juta ton pada tahun 2006 dan menyebabkan harga jagung dunia naik. Mengingat 2006 Indonesia mengimpor hampir 1.4 juta ton jagung, pemerintah akan memberikan bantuan benih jagung hibrida dan komposit sebanyak 50.000 ton bagi 900.000 Ha lahan pertanian 32 propinsi dengan target panen sekitar 5 juta ton jagung. Stok pupuk siap salur diupayakan 200.000 ton untuk mengatasi kelangkaan pupuk dipasar sewaktu-waktu. Namun sistem ini diramalkan mengundang berbagai petualang pemanfaat celah produksi pupuk nasional 6,7 juta ton termasuk 4,5 juta ton urea bersubsidi hampir Rp. 6 Triliun tahun 2007.
Uang halal sampai 2006 masih diparkir di LN menunjukkan citra country risk Indonesia; di Singapura saja terdapat 18.000 rekening bank milik orang Indonesia sebesar US $87 miliar atau sekitar Rp800 Triliun. Sepanjang tahun 2007, investor mungkin masih segan masuk RI karena birokrasi panjang dan korup perbaikan ekonomi sebuah negara harus diikuti kebijakan politik yang mendukung , yaitu penegakan hukum. Bila hukum berjalan baik, investor akan datang.
Sistem keuangan dunia telah rusak, dunia mengalami krisis terputusnya aliran modal kenegara-negara miskin (a broken world pipeline). Tahun 2006 terjadi kenaikan BBM 126% dan flu burung, target pertumbuhan APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi menjadi 5,8 % juga ternyata masih tidak tercapai. Sampai Triwulan III 2006 pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%. Pengangguran terbuka per Agustus 2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% angkatan kerja. Masalah kepemerintahan tahun 2007 mafsih tetap masalah kendala penerapan UU dan Presiden berfikir keras untuk mengatasi hambatan pelaksanaan. Diramalkan sepanjang tahun 2007, Presiden akan aktif ”campur tangan” mengatasi kemacetan pelaksanaan UU atau program tertentu, melakukan intervensi simpatik kepada departemen fungsional dan daerah otonom. Pemerintah telah menerbitkan tiga paket pendorong investasi swasta yaitu Paket Kebijakan Sektor Keuangan, Paket Kebijakan Percepatan Infrastruktur dan Paket Kebijakan Iklim Investasi , pada kenyataannya terhambat oleh penyusunan rencana kebijakannya sampai akhir 2006 antara lain dalam bentuk RUU Perpajakan, RUU Investasi, RUU Transportasi yang ditunggu-tunggu investor.
Dapat disimpulkan bahwa kepemerintahan tahun 2006 juga ditandai oleh senjang konsep kebijakan pemerintah di atas kertas dengan implementasi lapangan , akan mendorong reformasi birokrasi sepanjang 2007 dan pembentukan tim independen diluar pemerintah yang akan melacak apakah suatu kebijakan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memberi rekomendasi tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tahun baru 2007 ditandai kenaikan (1) harga Pertamax dan Pertamax-Plus rata-rata Rp.350-Rp.6000 karena kenaikan harga produk bahan bakar dipasar dunia.
Tahun 2007 adalah ”jendela peluang” bagi pemerintahan untuk berprestasi, namun kemungkin kecil dapat dimanfaatkan Presiden. Stabilitas keamanan relatif baik sepanjang 2006, harap-harap cemas dapat berlanjut tahun 2007. Disamping bencana alam, kecelakaan transportasi udara/laut dan flu burung, terorisme tetap menjadi ancaman serius dan agenda perburuan Noordin M.Top yang dianggap kepolisian RI setara kaliber dengan Dr.Azahari akan tetap dilanjutkan Polri.
B. Perubahan Struktur Perekonomian Indonesia
Sekedar menengok ke belakang, krisis yang telah dialam Indonesia pada tahun 1997/98 telah banyak menimbulkan kerugian bagi perekonomian nasional. Kerugian tersebut antara lain berupa menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat akibat tingginya inflasi dan pertumbuhan ekonomi negatif dan kenaikan secara drastis utang pemerintah akibat kebijakan rekapitalisasi perbankan. Khusus tentang utang pemerintah ini merupakan catatan tersendiri sebab Indonesia awalnya hampir tidak memiliki utang domestik lebih dari Rp 550 triliun yang kini menjadi beban APBN.
Kini perekonomian Indonesia, sudah kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi. Namun dampak krisis yang terjadi pada sepuluh tahun yang lalu tersebut masih terasa hingga kini. Bagi APBN, munculnya tambahan utang baru berupa utang dimestik, telah manajemen pengelolaan fiskal pada APBN membutuhkan upya ekstra dan lebih berhati-hati.
Di tahun 2007 ini, ekonomi Indonesia kembali menghadapi ujian berat, terutama sejak kuartal ketiga 2007. sejumklah analisis bahkan sempa pesimis target pertumbuhan ekonomi 2007 sebesar 6.3 % dapat tercapai. Namun, begitu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga sebesar 6,5 % prediksi sejumlah analis tersebut berubah drastis dengan berbalik optimis.
Dari sisi eksternal, tahun 2007 antara lain dipengaruhi oleh (i) tingginya harga minyak mentah dunia (ii) pengaruh krisis kredit perumahan kelas dua atau subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) serta (iii) melemahnya ekonomi AS. Ketiga faktor ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan perekonomian domestik pun terkena imbasnya.
Implikasi dari tingginya harga minyak mentah dunia diperkirakan hingga akhir 2007 ini menyebabkan kenaikan beban pada APBN 2007. diperkirakan, rata-rata harga minyak impor untuk konsumsi dalam negeri (BBM) tahun 2007 mencapai US$ 72,42 barel. Kenaikan harga munyak impor ini akan menambah belanja terkait dengan migas pada APBN 2007 sebesar Rp36,7 triliun yaitu dari Rp77,5 triliun menjadi Rp11,2 triliun. Sementara itu rata-rata harga minyak ekspor selama 2007 diperkirakan US$69,52 per barel. Kenaikan harga minyak ini diperkirakan akan meningkatkan penerimaan migas sebesar Rp30,3 triliun yaitu dari Rp151,2 menjadi Rp181,5 triliun. Secara netto, efek dari kenaikan harga minyak ini terhadap APBN 2007 adalah negatif sebesar Rp6,4 triliun.
Di tahun 2007 ini, juga terdapat sejumlah blessing di balik kenaikan harga minyak ini. Ternyata tingginya harga minyak diikuti pula naiknya harga sejumlah komoditas pertambangan dan perkebunan. Tingginya harga minyak dan komoditas pertambangan lainnya ini menyebabkan laba BUMN pertambangan diperkirakan akan mengalami peningkatan sehingga memunculkan harapan dividen BUMN pertambangan pun akan naik. Kenaikan harga CPO (crude palm oil) pun diperkirakan akan menambah pernerimaan negara melalui pungutan ekspor (PE) yang akan mulai diberlakukan tahun 2007 ini yakni sebesar 10%.
Ditambah dengan sejumlah langkah penghematan dalam beberapa pos belanja negara pada APBN 2007 yang diperkirakan sebesar Rp19,6 triliun, APBN 2007 akan tetap aman. Defisit APBN tetap akan ditekan di level 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Pencapaian kinerja ekonomi 2007 ini tentunya menjadi modal berharga untuk menghadapi 2008 akan tetap ada. Estimasi ekknomi Indonesia 2008 akan tetap menghadapi risiko eksternal yang kurang lebih sama dengan 2007. Risiko-risiko tersebut adalah (i) masih tingginya harga minyak mentah, (ii) pengaruh lanjutan krisis subprime mortgage di AS, dan (iii) melemahnya ekonomi AS. Ketiganya menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat.
Hari-hari ini, mata para pelaku ekonomi dunia tertuju pada dua negara besar: AS dan Cina. Berdasarkan ilustrasi dari majalah The Economist edisi “the World in 2008” dengan mengambil simbol yin dan yang. Dalam sampul majalah tersebut dilustrasikan dua kondisi yang bertolak belakang antara AS dan Cina. Bila di Cina diilustrasikan sebagai negara yang memiliki surat berharga yang harganya terus menanjak, AS justru diilustrasikan sebagai negara dengan properti yang terjun bebas. Di tahun 2008, kedua negara ini diperkirakan akan menghadapi situasi yang sama, AS tetap lesu dan Cina tetap bergairah.
Di tengah kondisi eksternal yang kurang mengutungkan tersebut, pada tahun 2008, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% tersebut terutama didukung oleh meningkatnya pertumbuhan investasi dan ekspor. Investasi diharapkan tumbuh 15,53%, knsumsi RT di atas 5%, konsumsi pemerintah 6,24%, ekspor 12,65% dan impor 17,81%.
Melihat struktur perekonomian yang hendak dicapai pada tahun 2008, pemerintah tampaknya lebih memfokuskan diri pada penguatan permintaan dalam negeri untuk mengimbangi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Ini adalah langkag tepat, tetapi membutuhkan kerja keras. Untuk mengejar pertumbuhan investasi sebesar 15,53%, misalnya jelas bukan hal yang mudah. Sebagai gambaran, pada kuartal ketiga 2007, ketika pertumbuhan eonomi mencapai 6,5% ternyata investasinya sebesar 8,8%. Padahal target pertumbuhan investasi di tahun 2007 ini sebesar 12%.
Untuk mengimbangi kemungkinan berlanjutnya kenaikan harga minyak bahan mentah, produksi (lifting) minyak harus ditingkatkan sesuai denagn level yang ditetapkan pada APBN 2008 sebesar 1,034 juta barel per hari (bph). Ini juga bukan perkara mudah mengingat pengalaman sebelumnya lifting kita masih di bawah 1 juta bph.
Dengan situasi ini jelas bahwa fiskal (APBN) kita menghadapi tantang yang tidak ringan. Pemerintah telah meniapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga minyak dunia agar APBN tetap aman. Langkah-langkah tersebut antara lain: (i) penggunaan dana cadangan APBN (policy measures); (ii) penghematan dari perkiraan penyerapan alamiah Belanja Negara; (iii) pemanfaatan dana kelebihan (windfall) daerah penghasil Migas; (iv) penajaman prioritas anggaran belanja Kementrian/Lembaga; (v) perbaikan parameter produksi di subsidi BBM dan listrik; (vii) efisiensi di Pertamina dan PLN; (viii) pelonggaran defisit APBN 2008 diikuti dengan penyesuaian pembiayaan anggaran; dan (ix) melakukan counter cyclical untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan stabilitas eknomi makro.
Kesimpulannya, apa yang dicapai pada tahun 2007 sudan menunjukkan hal yang positif. Di tahun 2008 selama satu tahun ini, Indonesia tidak akan menghadapi tantangan yang ringan, meski kita boleh optimis bahwa kinerja perekonomian akan tetap positif.
SUMBER DATA ::
http://ekonomindo.blogspot.com/2009/04/pertumbuhan-dan-perubahan-struktur.html
http://ibnusina.my-place.us/index.php/sina-overview/35-teknologi/68-faktor-penentu-prospek-perekonomian-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar